Iklan pertama-tama ada di Indonesia merupakan warisan dari
pemerintah Belanda. Sejarah periklanan di Indonesia sama tuanya dengan sejarah
press. Mengenai istilah iklan sendiri idenya muncul dari Soedardjo Cokrosisworo
(1951), Istilah iklan yang kita pakai saaat ini adalah diambil dari istilah
belanda yaitu advertentie, bahasa inggrisnya advertising. Iklan mulai
diperkenalkan di Indonesia oleh Jan Pieterzoen Coen pendiri Batavia dan
Gubernur jenderal Belanda tahun 1619-1629. J P Coen menulis surat dengan judul
Memorie de Nouvelles, yang merupakan refleksi naluri bersaing rempahrempah
antara Belanda dengan Portugis di Ambon.
Apa yang ditulis oleh JP Coen dimuat surat kabar pertama di
Hindia Belanda tahun 1744 yaitu Batavia Nouvelles. Koran pada saat itu semua
ditulis dengan tangan. Di masa penjajahan semua advertensi atau pengumuman
pemerintah dijalankan oleh dua biro advertensi yaitu Biro “ de Lamar” khusus
menangani penyiaran bagi surat kabar belanda, dan “Balai Pustaka” mengurus
pemberitaan khusus mengenai bangsa Indonesia. Pada tahun 1855, Surat kabar
kedua terbit di Surakarta, berbahasa jawa dengan nama “BROMARTANI”. Di
terbitkan oleh Harteveld. Dalam sebuah kolomnya surat kabar ini menulis. “
HARGA IKLAN SEBARIS ENAM POELOEH DOEIT ( ATAU LIMA POELOEH SEN; TIGA DOEIT =
sebengol /segobang).
Surat kabar lainnya adalah “Soerat Kabar Melayu” diterbitkan
di kota Surabaya dan penerbitnya E. Fuhri. Surat khabar yang lain adalah
“Soerat Chabar Betawie” diterbitkan oleh Lange & Co. di kota Betawi. Dalam
surat kabar tersebut tertulis :
“ Segala pemberitaan jang dimasok-ie di ieni soerat kabar harganya 60 doewit tiap-tiap 5 perkataan, dengan oelangan tiap-tiap 5 perkataan 30 doewit, lain lagie dari oewang tjap kompenie.”
“ Segala pemberitaan jang dimasok-ie di ieni soerat kabar harganya 60 doewit tiap-tiap 5 perkataan, dengan oelangan tiap-tiap 5 perkataan 30 doewit, lain lagie dari oewang tjap kompenie.”
Di Indonesia penyiaran iklan-iklan komersial melalui radio
baru dimulai pada tahun 1968 yang disiarkan lewat Radio Republik
Indonesia.Sampai awal tahun 1970-an, pesan-pesan iklan cenderung
panjang-panjang dan mendominasi teks iklan secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan banyak produk yang masih belum dikenal. Barulah diakhir tahun
1970-an presentasi iklan Indonesia mulai berkembang seiring dengan perkembangan
media dan teknologi. Naskah atau copy iklan dan juga visualisasi mulai
dipikirkan dengan baik. Pada periode ini mulai muncul dan berkembang simbolisasi
dan personifikasi mendominasi presentasi Iklan di Indonesia.
Pada tahun 1980-an, iklan Indonesia tidak lagi hanya
menerapkan pendekatan demografis dalam mendekati audiens. Pendekatan
Psikografis juga mulai diterapkan dimana citra-citra yang dihubungkan dengan
gaya hidup atau life style mulai mendominasi presentasi iklan termasuk gaya
bahasa yang digunakannya. Di tahun 1990-an, simbolisasi dan pencitraan semakin
mendominasi teks iklan, didukung oleh perkembangan media maupun teknologi dalam
menciptakan kreatif iklan. Bahasa gambar atau visiualisasi dalam era ini
mendominasi teks iklan.
Perkembangan iklan di Indonesia banyak didukung kemudian
oleh berdirinya stasiun televisi swasta dan juga dengan SK MENPEN No. 111/90
yang mengharuskan iklan-iklan yang ditayangkan di televisi adalah iklan yang
diproduksi di dalam negeri dan oleh orang Indonesia dunia periklanan di
Indonesia semakin ramai dengan upaya untuk menampilkan gaya periklanan yang
khas Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2007 tentang Penggunaan
Sumber Daya Dalam Negeri untuk Produk Iklan yang Disiarkan Melalui Lembaga
Penyiaran Perkembangan Industri periklanan dari tahun ketahun mengalami
fluktuasi seiring dengan dinamika pertumbuhan ekonomi di Indonesia namun dari
data yang ada menunjukkan perkembangan kearah yang positif.
Pengembangan iklan dengan gaya khas indonesia pun terus
dilakukan seiring dengan berkembangnya Industri periklanan. Gaya khas iklan
Indonesia ini dibagun melalui tiga hal yaitu fisik, karakter dan gaya atau
style. Pengambaran fisik yang khas indonesia dilakukan dengan mengacu pada
fisik produk maupun segmentasi geografis dan demografis khalayak sasaran
produk, misal fisik orang indonesia, atau wilayah. Karakter bisa ditinjau dari
segmentasi psikografis mis. Wanita eksekutif Indonesia sedangkan gaya atau
style bisa dilihat dari gaya busana, logat bahasa yang digunakan. Namun gaya
periklanan tersebut tetap tidak bisa terlepas dari perkembangan periklanan
global.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya biro-biro iklan dunia
yang ikut bermain di Indonesia dengan menggarap produk-produk multinasional.
Kehadiran biro iklan dunia ini bisa memberikan dampak positif jika bisa
bekerjasama dengan biro iklan lokal dalam membuat suatu kreatif iklan.
Kehadiran biro iklan dunia ini bisa memberikan dampak positif jika bisa
bekerjasama dengan biro iklan lokal dalam membuat suatu kreatif iklan.
Kehadiran biro iklan dunia juga bisa memberikan kontribusi positif dalanm hal
pengembangan komunikasi periklanan yang baik dan juga strategi kampanye global
atau internasional.
Lembaga-lembaga yang terkait dalam profesi periklanan di
Indonesia antara lain adalah : ATVSI PPPI
ATVSI = Asosiasi Televisi Swasta Indonesia
PPPI = Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
ASPINDO = Assosisi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia
BPMN/SPS = Serikat Penerbit Surat Kabar
PRSSNI = Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia
GPBSI = Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia
Y.TVRI = Yayasan Televisi Republik Indonesia
APFII = Assosiasi Pekerja Film Iklan Indonesia.
ATVSI = Asosiasi Televisi Swasta Indonesia
PPPI = Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
ASPINDO = Assosisi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia
BPMN/SPS = Serikat Penerbit Surat Kabar
PRSSNI = Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia
GPBSI = Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia
Y.TVRI = Yayasan Televisi Republik Indonesia
APFII = Assosiasi Pekerja Film Iklan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar